Hubungan Fransiskus Xaverius Dengan Ignatius De Loyola

Sumber Gambar: https://matome.naver.jp/

Fransiskus Xaverius, atau Francesco de Yassu y de Xavier, merupakan teman sekamar Ignasius, di Santa Barbara. Namun dia lebih sulit didekati, dibandingkan dengan Faber. Dia adalah bagsawan dari Navarra, Spanyol, dia orang yang pintar, punya harga diri, yang cenderung arogan, namun pula penuh semangat dan kegembiraan. Dia belajar di Paris untuk merintis suatu karir cemerlang dalam dunia kebangsawanan. Ignasius masuk ke dalam kamar bersama di Santa Barbara setelah dia terpukul oleh kematian ibunya. Pada mulanya dia tidak tertarik dengan Ignasius, yang lebih tua dan telihat mengalami kesulitan besar dalam studi. Maka tidak jarang dia menertawakan Ignasius, atau menjadikanya sebagai bahan sindirian di kalangan teman-temannya. Maka Ignasius pun perlahan mendekatinya, dengan penuh kesabaran, untuk menggerakan jiwanya. Kata-kata dalam injil, “Apakah gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya”, merupakan kata kunci yang dipakai Ignasius untuk masuk kedalam relung hati Xaverius. Akhrnya dia menjalankan Latihan Rohani pada tahun 1535, setelah mengucapkan kaul di Montmatre. Sejak saat itulah Xaverius mengikat persahabatan yang amat erat dengan Ignasius, bajkan menempatkanya sebagai guru serta bapa baginya. Dalam surat-suratnya kepada Ignasius, Xaverius sering menuliskan di atas tandatangan namnya: putramu dalam Kristus.



Xaverius menjalani Latiha Rohani di bawah bimingan Ignasius. Pengalaman tersebut sungguh mengubah arah dan orientasi hidupnya, memberikan diri bagi pengabdian yang lebih besar kepada Allah. Tidak mengherankanlah kalau Ignasius menjadi dekat dan sangat menaruh kepercayaan kepadanya. Dia berharap agar Xaverius menjadi tangan kanannya, membantunya mnumbuhkan tubuh Serikat yang masih sangat muda. Tidak mengherankanlah kalau Ignasius menjadi dekat dan sangat menaruh kepercayaan kepadanya. Dia berharap agar Xaverius menjadi tangan kanannya, membantunya menumbukan tubuh serikat yang masih sangat muda. Tidak mengherankanlah kalau Ignasius tidak merencanakan Xaverius menjadi misionaris ke Timur jauh. Kalau pun akhirnya dia berangkat, bisa dikatakn karena ada “kecelakaan”, sebab Nicolas Bobadilla yang semula direncanakan diutusnke India, sakit dan karenanya Xaverius diminta untuk berangkat menggantikannya.

Memang setelah sempat menjadi sekretaris Ignasius, Fransiskus Xaverius lalu diutus ke India dan Asia Timur. pada tanggal 14 Maret 1540 Xaverius mendapatkan perutusan tersebut. Menariknya, perutusan ini diberikan pada saat berdirinya Serikat Yesus belum rsmi dikukuhkan Paus. Maka satu hari setelahnya, 15 Maret, Xaverius menuliskan 3 dokumen: perserujuan akan Konstitusi dan cara hidup Serikat Yesus, suara untuk pemilihan Jenderal Yesuit serta dokumen penandatanganan formula ketiga kaul religius. Konstitusi wakti itu belum ditulis di mana Xaverius memilih ignasius (nama Ignasius disebutnya dengan istilah micer dari kata Italia: Messer-, yang berarti "bapa" atau "tuan") dan Faber lebih merupakan antisipasi kalau persetujuan berdirinya Serikat diberikan Paus, maka suara Xaverius sebagai salah seorang pendiri tetap diperhitungkan. Dan dia menyetujui jabatan Jenderal seumur hidup. memang dia masih harus menunggu beberapa waktu di Lisbon, sebelum sungguh berangkat ke India, pada tanggal 7 April 1541, namun perutusan ini seakan tak terencana.

Jelas ini bisa dikatakan bahwa ini sungguh adalah suatu perutusan yang mendadak, dan malahan seakan terkesan tak terencana, sebab sebenarnya bukan dia dan direncanakan untuk diutus. Seakan tak ada orang lain, karena harus ada yang segera berangkat, maka seketika itu juga Ignasius memerintahkan Xaverius untuk berangkat. Perutusan tersebut bisa dikatakan kemudian menjadi salah satu ciri penanda penting bagi apa yang disebut dalam tradisi Yesuitsebagai 'mobilitas apostolis'. Betapapun demikian, Xaverius memandang perutusan diberikan Ignasius kepadanya, walau terkesan mendadak, adalah kehendak Allah, maka dia menjalankannya dalam ketaatan kepada pembesar, yang dilihatnya sebagai pembawa suara kehendak Allah.

Mobilitas apostolis khas Ignasius tidak bisa dilepaskan dari adanya ikatan ketaatan: kesediaan diutus dalam perutusan yang diberikan oleh pembesar, bukan mengutus dirinya sendiri. dalam keranga itupulalah Ingnasius sempat menulis surat kepada Xaverius untuk kembali ker Eropa. Pengalaman serta kebijaksanaan rasulinya dipandang akan berguna di Eropa, tidak saja untuk menumbuhkan semangat misionaris namun pula untuk menarik panggilan serta bagi pertimbangan dalam kebujakan pewartaan Injil Gereja. maka, Roma adalah tempat untuk itu. akan tetapi, saat Ignasius menulis dan mengirim surat tersebut, dia belum mendengar kabar bahwa Xaverius telah menginggal dunia, di sebuah pulau kecil sebelum dia sampai menginjakan kakinya di daratan Cina. di balik itu, muncul issu bahwa Ignasius berpikir untuk mengundurkan diri sebagai pimpinan umum Yesuit, lalu memberikan diri bagi karya misi di luar Eropa, dan berharap Xaverius tetapi dikehendaki sebagai misionaris. Betapapun demikian dalam bebearapa suratnya kepada Ignasius, Xaverius tanpa ragu mengungkapkan kerinduaanya untuk bisa berjuma kembali kepada dengan Ignasius. Demikian pula, permohonan agar senantiasa didoakan juga dimintanya kepada Ignasius.

Agar menghasilakn buah bagi penyelamatan jiwa-jiwa itulah yang dikejar oleh Xaverius dalam karya misinya. Tentu paham teologis yang dianut Xaverius masih kental dengan paham bahasa teologia pada masanya. Dia berangkat dari gambaran kenyataan penciptaan, didamana manusia dicitpakan menurut gambar dan rupa Allah (imagenes de Dios), dan betapa dia menginginkan agar mereka yang didatangi untuk mndapatkan pewartaan Injil mengenal realitas tersebut. Bisa dipahami bahwa realitas menjadi gambar dan rupa Allah ditemaptkanya dalam kategori moral dan religiositas Katolik. Dalam kriteria tersebutdia mengkritik perilaku orang-orang Eropa yang datang untuk berdagang dan menjajah Asia, namun juga dalam memberi penilaian negatif trhadap kenyataan hidup kultural dan religiositas orang-orang Asia. Sebagai misal, orang-orang Maluku disebutnya mentalitas budak, belum menjadi orang merdeka, barbar dan primitif, karenanya perlu dibebaskan dari dosa dan kesesatan. Langkah untuk itu adalah dengan membaptis mereka, sehingga mereka memiliki status hidup sejati sebagai anak-anak Allah.

Beberapa kali Xaverius menulis surat kepada Ignasius. Surat itu lebih daripada sekedar suatu laporan karya misi, namun juga suatu surat pribadi, yang dia tempatkan sebagi suatu seorang anak kepada bapanya. Dalam surat-surat tersebut tercantum harapan dan impiannya agar semua bangsa di kawasan Asia Timur bisa ditermia Kristus dan dibatis dalam Dia bagi keselamatan jiwa-jiwa mereka. Demi kepentingan itu dia mencoba merumuskan doktrin Kristiani dan menjabarkan credo Gereja. Selain itu doa-doa dasar dicoba diterjemahkan dalam bahasa setempat, dengan batuan orang setempat yang telah dibaptis. dalam kaitan dengan itu, Xaverius sangat memberi tekanan pada kesaksian hiudp sebagai langkah dan proses karya misi. Karya misi bukan terutama dijalankan lewwat khotbah atau pengajaran, namun terutama lewat kesaksian hidup ditengah mereka yang belum percaya kepada Kristus. Tidak mengherankanlah kalau kalau dia sangat berutang budi kepada Ignasius, terutama lewat persahabatan, teladan hidupnya, dan terlebih lewat latihan Rohaninya, Xaverius menemukan bagaimana membangun hidup selaras dengan kehendak Allah, semakin menjadi gambaran dan rupa Allah.

Surat-menyrat antara keduanya sungguh menunjukan tidak hanya persahabaan, namun pula kedalaman kepercayaan satu sama lain. Dalam ikatan itu mereka berkerja sama, dalam misi yang satu dan sama, yakni penyelamatan jiwa-jiwa. Mereka saling meneguhkan satu sama lain, demikan pula saling mendukung tugas yang diemaban masing-masing. Xaverius lalu diangkat Ingnasius sebagai provinsial pertam di India, tidak hanya dengan kuasa penuh darinya namun pula membawa kuasa penuh dari Tahta Suci. Bagi Xaverius, Ignasius tidak hanya sahabt, namun pula adalah bapa rohani, dimana dia mempercayakan banyak hal kepadanya, memohonkan dukungan doa dan misa darinya.

Sumber: Krispurwana Cahayadi, S.J, Ignasius: Warisan Rohani & Cara Bertindak, Halaman:101-105

Comments