Memutuskan Siklus Prasangka : Belajar Tidak Membenci

Beberapa orang tentu menyatakan bahwa anak-anak terlahir dengan prasangka yang sudah tertanam dengan kokoh. Namun, pada umunya orang berpendapat bahwa fanatisme itu dibentuk, tidak dilahirkan. Piskologis sosial membagi pandangan berikut ini: mereka percaya bahwa anak mempelajari prasangka dari orang tuanya, orang dewasa lain, pengalaman masa kanak-kanak (contoh, Towles-Schwen & Fazio, 2001), dan media masa. Atas dasar keyakinan ini, sebuah tekni yang dapat digunakan untuk mengurangi prasangka adalah sebagai berikut: Dengan cara apa pun, kita harus mencegah orang tua dan orang dewasa lainya untuk melatih anak menjadi fanatik.
Dengan prinsip tersebut, kita harus mengakui bahwa dalam praktiknya, melaksanakan prinsip ini tidak sederhana. Bagaimana kita dapat meyakinkan orang tua yang dirinya sendiri memiliki prasangka yang tinggi untuk meningkatkan pandangan tak bisa dari anak-anaknya ? satu kemungkinan adalah dengan menarik orang tua dengan prasangkanya sendiri. Beberapa orang bersedia mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai seorang yang fanatik, mereka memandang sikap negative mereka terhadapa berbagai kelompok sebagai sesuatu yang benar. Maka dari itu, sebuah kunci dari tahap awal adalah dengan meyakinkan orang tua bahwa masalah tersebut sungguh ada. Ketika mereka berhadapan dengan prasangkanya sendiri, tampaknya bayak yang akan memodifikasi kata-kata dan tingkah laku mereka untuk mendorong prasangka yang lebih rendah di antara anak-anaknya.
Argument lain yang dapat digunakan untuk mengantikan cara orang tua mendidik anak-anak mereka untuk mengembangkan toleransi dan bukan prasangka, adalah dengan menambahkan pemahaman bahwa prasangka membahayakan tidak saja korbannya tetapi mereka yang memiliki pandangan tersebut (Davidio & Gaertner, 1993; Jusmi, 1991). Orang yang memiliki prasangka, tampaknya hidup dalam dunia yang penuh dengan rasa takut, cemas dan amarah yang tidak perlu. Mereka takut diserang oleh kelompok sosial yang diduga berbahaya, mereka khawatir terhadap resiko kesehatan yang berakar dari kontak dengan kelompok-kelompok tersebut, dan mereka mengalami kemarahan dan pergolakan emosi akibat pandangan mereka bahwa kelompok tersebut melakukan serangan tampa alasan pada lingkungan, sekolah, atau kantor mereka. Dengan kata lain, kenikmatan akan kegiatan sehari-hari dan hidup ,erela semdiri berkurang dengan adanya prasangka yang mereka miliki (Harris, dkk.1992). tentu saja, terlepas dari semua itu, terkadang prasangka dilakukan untuk meningkatkan self-esteem mereka ketika merka memandang rendah atau mengambinghitamkan anggota out-group tersebut. Namun secara keseluruhan, jelas bahwa orang yang memiliki prasangka rasial dan etnis yang intensif mengalami efek yang berbahaya dari pandagan tampa toleransi ini. Karena orang tua pada umumnya ingin melakukan apa saja yang mereka mampu lakukan untuk meningkatkan kesejahteraan anak-anak mereka, menempatkan alasan ini sebaga pusat perhatian mereka dapat efektif mencegah mereka meneruskan pandagan prasanka kepada keturunanya. (Sumber: Robert A. Baron & Donn Byrne. Piskologi Sosial.2004. Hal.236-237)

Comments